Utang global terus mengalami kenaikan dan diproyeksikan per akhir 2024 menembus US$102,1 triliun atau sekitar Rp 1.658.104 triliun atau 1.658 kuadriliun (US$1=Rp 16.240)
Berdasarkan laporan International Monetary Fund (IMF) World Economic Outlook October 2024, utang publik global diperkirakan akan mencapai US$102 triliun. Amerika Serikat (AS) dan China berkontribusi besar terhadap peningkatan utang.
Ini menandai peningkatan sebesar US$5 triliun sejak 2023. Ke depan, tingkat utang diperkirakan akan meningkat lebih cepat dari perkiraan sebelumnya karena kebijakan pemerintah gagal mengatasi risiko utang di tengah populasi yang menua dan meningkatnya biaya layanan kesehatan.
Lebih jauh lagi, meningkatnya ketegangan geopolitik dapat menyebabkan peningkatan belanja pertahanan, sehingga menambah beban anggaran pemerintah.
Untuk diketahui, kenaikan utang global pemerintah diperkirakan melonjak 41,5% dari US$59,7 triliun pada 2015 menjadi US$102,1 triliun pada 2024 atau naik sekitar US$42,4 triliun.
AS sendiri memiliki utang pemerintah sebesar US$35.293 triliun atau sekitar 34,6% dari keseluruhan total utang dunia. Posisi kedua yakni China dengan utang pemerintah sebesar US$16.464 triliun atau sekitar 16,1% dari keseluruhan total utang dunia.
Bila dirupiahkan maka utang pemerintah AS menembus Rp 573.158 triliun atau 573,16 kuadriliun sementara utang China menembus Rp 267.375 triliun.
Jadi bisa disimpulkan, total utang pemerintah AS dan China jika digabungkan sudah berkisar 50% atau US$51 triliun dari keseluruhan utang pemerintah global.
IMF juga memperkirakan utang publik global akan mencapai 100% dari PDB dunia.
IMF: Utang Publik Bisa Lebih Buruk
Lembaga dunia IMF memperingatkan bahwa situasi utang publik di seluruh dunia bisa lebih buruk dari perkiraan kebanyakan orang, dan menyoroti meroketnya defisit fiskal di AS dan China.
AS dan China mempunyai andil besar dalam meningkatnya tingkat utang publik. Jika kedua negara tersebut tidak dimasukkan dalam perhitungan, rasio utang publik global terhadap PDB akan turun sekitar 20%, kata IMF.
“Utang pemerintah mungkin lebih buruk dari yang terlihat,” kata Direktur Urusan Fiskal IMF, Vitor Gaspar dikutip dari CNBC International, seraya menambahkan bahwa perhitungan utang pemerintah mempunyai bias optimisme dan cenderung diremehkan.
Pemerintah menghadapi “trilemma kebijakan fiskal,” menurut laporan tersebut. Artinya, mereka terjebak antara perlu mengeluarkan lebih banyak uang untuk menjamin keamanan dan pertumbuhan serta juga menghadapi penolakan terhadap pajak yang lebih tinggi sementara tingkat utang pemerintah menjadi kurang berkelanjutan, demikian temuan laporan tersebut.
Negara-negara miskin di Afrika Sub-Sahara berada dalam tekanan antara kebutuhan belanja untuk mengentaskan kemiskinan, dan kesulitan dengan kemampuan pajak yang lebih rendah dan kondisi keuangan yang lebih buruk.
Tingkat utang yang tidak berkelanjutan menempatkan pasar suatu negara pada risiko aksi jual mendadak jika investor memandang kesehatan fiskal suatu negara terlalu buruk.
Ketidakpastian ini, bahkan di negara-negara maju dengan toleransi utang yang lebih tinggi seperti AS dan China, dapat menyebabkan dampak limpahan berupa biaya pinjaman yang lebih tinggi ke negara-negara lain.
Sebagai contoh, Departemen Keuangan AS mengumumkan pada awal Oktober bahwa defisit anggaran negara telah meningkat menjadi US$1,8 triliun, yang merupakan tingkat tertinggi di luar era pandemi.
Dalam beberapa tahun terakhir, AS telah melakukan beberapa kali penutupan pemerintahan karena rancangan undang-undang pendanaan pemerintah menjadi lebih kontroversial di antara para politisi di tengah meningkatnya kekhawatiran mengenai kesehatan fiskal negara tersebut.
Foto: U.S. Deficit Tracker Sumber: U.S. DEPARTMENT OF THE TREASURY, CONGRESSIONAL BUDGET OFFICE. |
Begitu pula dengan negara China yang dirilis pada Agustus, laporan tersebut menggarisbawahi besarnya peran belanja pemerintah daerah dalam tingginya defisit fiskal negara tersebut. Kendati belanja pemerintah daerah sebenarnya turun pada tahun 2023, dampaknya diimbangi oleh pendapatan yang lebih rendah dari keringanan pajak yang diperpanjang.
Faktor Pendorong Besarnya Utang Pemerintah Global
Besarnya utang pemerintah pada tahun 2024 disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Pengeluaran selama pandemi
Pandemi COVID-19 menyebabkan peningkatan pendanaan untuk program dan layanan, yang berkontribusi pada peningkatan utang publik.
2. Populasi yang menua
Negara-negara perlu mengeluarkan lebih banyak uang untuk merawat populasi yang menua.
3. Biaya layanan kesehatan
Biaya layanan kesehatan meningkat, dan pengeluaran pemerintah federal untuk program layanan kesehatan diperkirakan meningkat.
4. Ketegangan geopolitik
Meningkatnya ketegangan dapat menyebabkan peningkatan belanja pertahanan, yang akan membebani anggaran pemerintah.
5. Kebijakan fiskal yang longgar
Kebijakan fiskal yang longgar dapat berkontribusi pada kenaikan suku bunga, terutama ketika inflasi tinggi.
Faktor-faktor lain yang dapat berkontribusi terhadap peningkatan utang negara antara lain: Pemotongan pajak, Program stimulus, Peningkatan belanja pemerintah, dan Penurunan penerimaan pajak yang disebabkan oleh meluasnya pengangguran.
Sumber: CNBC INDONESIA RESEARCH